Senin, 05 September 2011

Kota Mati

Gelap...
Sunyi...
Sendiri...
Tak ada kehidupan. Semua diam membisu. Udara lembab. Angin tak bergerak. Tak ada cahaya. Hanya diterangi bias langit.
Tak terdengar suara apapun, kecuali hanya detak jantungku, dan hembusan nafasku.
Ku langkahkan kaki ini menelusuri jalan sepi.
Semua statis...
Tak ada yang hidup.
Tak satu pun ada tanda kehidupan.
Ternyata aku sendiri di kota mati.
Ntah ini siang atau malam. Sungguh tak terterka oleh akalku.
Tak ada sang surya, rembulan maupun gemintang.
Kupandang sungai di sisi kota yang tak berair. Danau di sudut kota yang diam. Ku buang pandanganku ke tepi kota terdapat laut yang tenang tak ada satu pun geliat ombak.
Ku hentikan sejenak langkahku di taman kota. Kusandarkan tubuh ini di kursi taman di tengah kota. Taman mati tanpa warna.
Tersadar tak terdengar satu pun suara di telingaku.
Tersadar tak ada makhluk hidup di sini, begitu pun tak ada satu pun bekas tanda sisa kehidupan.
Siapakah yang membangun kota ini. Kota tanpa warna.
Kelam...
Suram...
Pekat...
Ku tuju kota seberang namun sama saja. Hanya sebuah kota megah yang mati. Dikelilingi dengen desa-desa mati. Semua gelap dan tak bergerak.
Tersadar ternyata ku sendiri berpijak di bumi ini. Aku seonggok makhluk di bumi yang mati. Bumi tanpa warna, tanpa kehidupan. Bumi gelap yang hanya terdiam di salah satu sudut alam jagat raya.
Bahkan sendiri di alam ini.
Terperangkap di alam jagat raya yang mati.

(dp)