Selasa, 03 September 2013

Kisah Bermakna 3

Kisah Mengharukan Anak Yang
Mencoret Mobil Ayahnya

Sepasang suami isteri – seperti
pasangan lain di kota-kota besar
meninggalkan anak-anak diasuh
pembantu rumah sewaktu bekerja.
Anak tunggal pasangan ini, perempuan
cantik berusia tiga setengah tahun.
Sendirian ia di rumah dan kerap kali
dibiarkan pembantunya karena sibuk
bekerja di dapur. Bermainlah dia
bersama ayun-ayunan di atas buaian
yang dibeli ayahnya, ataupun memetik
bunga dan lain-lain di halaman
rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku
karat. Dan ia pun mencoret lantai
tempat mobil ayahnya diparkirkan ,
tetapi karena lantainya terbuat dari
marmer maka coretan tidak kelihatan.
Dicobanya lagi pada mobil baru
ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna
gelap, maka coretannya tampak jelas.
Apalagi anak-anak ini pun membuat
coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke
tempat kerja karena ingin menghindari
macet. Setelah sebelah kanan mobil
sudah penuh coretan maka ia beralih
ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya
gambar ibu dan ayahnya, gambarnya
sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain
sebagainya mengikut imaginasinya.
Kejadian itu berlangsung tanpa
disadari oleh si pembantu rumah.

Saat pulang petang, terkejutlah
pasangan suami istri itu melihat mobil
yang baru setahun dibeli dengan
bayaran angsuran yang masih lama
lunasnya. Si bapak yang belum lagi
masuk ke rumah ini pun terus menjerit,
“Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu
rumah yang tersentak engan jeritan itu
berlari keluar. Dia juga beristighfar.
Mukanya merah adam ketakutan lebih-
lebih melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras
kepadanya, dia terus mengatakan ‘
Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah
sepanjang hari, apa saja yg kau
lakukan?” hardik si isteri lagi.

Si anak yang mendengar suara
ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari
kamarnya. Dengan penuh manja dia
berkata “Dita yg membuat gambar itu
ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil
memeluk ayahnya sambil bermanja
seperti biasa.. Si ayah yang sudah
hilang kesabaran mengambil sebatang
ranting kecil dari pohon di depan
rumahnya, terus dipukulkannya
berkali-kali ke telapak tangan
anaknya . Si anak yang tak mengerti
apa apa menagis kesakitan, pedih
sekaligus ketakutan. Puas memukul
telapak tangan, si ayah memukul pula
belakang tangan anaknya.

Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan
saja, seolah merestui dan merasa puas
dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tidak
tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup
lama memukul-mukul tangan kanan
dan kemudian ganti tangan kiri
anaknya. Setelah si ayah masuk ke
rumah diikuti si ibu, pembantu rumah
tersebut menggendong anak kecil itu,
membawanya ke kamar.

Dia terperanjat melihat telapak tangan
dan belakang tangan si anak kecil
luka-luka dan berdarah. Pembantu
rumah memandikan anak kecil itu.
Sambil menyiramnya dengan air, dia
ikut menangis. Anak kecil itu juga
menjerit-jerit menahan pedih saat
luka-lukanya itu terkena air. Lalu si
pembantu rumah menidurkan anak
kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan
anak itu tidur bersama pembantu
rumah. Keesokkan harinya, kedua
belah tangan si anak bengkak.
Pembantu rumah mengadu ke
majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab
bapak si anak.

Pulang dari kerja, dia tidak
memperhatikan anak kecil itu yang
menghabiskan waktu di kamar
pembantu. Si ayah konon mau memberi
pelajaran pada anaknya. Tiga hari
berlalu, si ayah tidak pernah
menjenguk anaknya sementara si ibu
juga begitu, meski setiap hari bertanya
kepada pembantu rumah. “Dita demam,
Bu”…jawab pembantunya ringkas.
“Kasih minum panadol aja ,” jawab si
ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur
dia menjenguk kamar pembantunya.
Saat dilihat anaknya Dita dalam
pelukan pembantu rumah, dia menutup
lagi pintu kamar pembantunya.

Masuk hari keempat, pembantu rumah
memberitahukan tuannya bahwa suhu
badan Dita terlalu panas. “Sore nanti
kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah
siap” kata majikannya itu. Sampai
saatnya si anak yang sudah lemah
dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan
agar ia dibawa ke rumah sakit karena
keadaannya susah serius. Setelah
beberapa hari di rawat inap dokter
memanggil bapak dan ibu anak itu.
“Tidak ada pilihan..” kata dokter
tersebut yang mengusulkan agar kedua
tangan anak itu dipotong karena
sakitnya sudah terlalu parah dan
infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi
menyelamatkan nyawanya maka kedua
tangannya harus dipotong dari siku ke
bawah” kata dokter itu. Si bapak dan
ibu bagaikan terkena halilintar
mendengar kata-kata itu. Terasa dunia
berhenti berputar, tapi apa yg dapat
dikatakan lagi.

Si ibu meraung merangkul si anak.
Dengan berat hati dan lelehan air mata
isterinya, si ayah bergetar tangannya
menandatangani surat persetujuan
pembedahan. Keluar dari ruang bedah,
selepas obat bius yang disuntikkan
habis, si anak menangis kesakitan. Dia
juga keheranan melihat kedua
tangannya berbalut kasa putih.
Ditatapnya muka ayah dan ibunya.
Kemudian ke wajah pembantu rumah.
Dia mengerutkan dahi melihat mereka
semua menangis. Dalam siksaan
menahan sakit, si anak bersuara dalam
linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita
tidak akan melakukannya lagi…. Dita
tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau
jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang
ibu.”, katanya berulang kali
membuatkan si ibu gagal menahan
rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok
Narti..” katanya memandang wajah
pembantu rumah, sekaligus membuat
wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk
apa diambil.. Dita janji tidak akan
mengulanginya lagi! Bagaimana
caranya Dita mau makan nanti ?…
Bagaimana Dita mau bermain nanti ?…
Dita janji tidak akan mencoret-coret
mobil lagi, ” katanya berulang-ulang.
Serasa hancur hati si ibu mendengar
kata-kata anaknya. Meraung-raung dia
sekuat hati namun takdir yang sudah
terjadi tiada manusia dapat
menahannya. Nasi sudah jadi bubur.

Pada akhirnya si anak cantik itu
meneruskan hidupnya tanpa kedua
tangan dan ia masih belum mengerti
mengapa tangannya tetap harus
dipotong meski sudah minta maaf…
Tahun demi tahun kedua orang tua
tersebut menahan kepedihan dan
kehancuran bathin sampai suatu saat
Sang Ayah tak kuat lagi menahan
kepedihannya dan wafat diiringi tangis
penyesalannya yg tak bertepi…,
Namun…., si Anak dengan segala
keterbatasan dan kekurangannya
tersebut tetap hidup tegar bahkan
sangat sayang dan selalu merindukan
ayahnya..

(copas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar